Puasa Sebelum Idul Adha, Penjelasan Lengkapnya

Puasa Sebelum Idul Adha, Penjelasan Lengkapnya
Puasa Sebelum Idul Adha, Penjelasan Lengkapnya

Ternyata ada banyak jenis puasa sebelum Idul Adha yang bisa kita laksanakan. Paling terkenal dan sering dilakukan adalah puasa Arafah, tepatnya sehari sebelum Idul Adha berlangsung. Sebenarnya ada beberapa jenis puasa lain di bulan hari raya umat Muslim berada ini.

Baca juga : Serba-Serbi Niat Wudhu dan Hal yang Berkaitan dengan Berwudhu

Tentunya panduan untuk melaksanakannya harus sesuai dengan tuntunan syariah. Tidak boleh mengada-ngada amalan, karena justru akan berujung sia-sia. Lebih lengkap tentang jenis puasa ini, akan diulas selanjutnya di rangkuman berikut. 

Tentang Puasa Arafah, Puasa Sebelum Idul Adha yang Harus Diketahui

Tentang Puasa Arafah, Puasa Sebelum Idul Adha yang Harus Diketahui
Tentang Puasa Arafah, Puasa Sebelum Idul Adha yang Harus Diketahui

Membahas puasa sebelum hari Idul Adha pasti tidak akan jauh dari puasa Arafah. Jenis puasa ini memiliki aturan tersendiri dan banyak keutamaannya. Ini dia ulasan selengkapnya untuk puasa Arafah yang disarankan untuk diamalkan.

  • Waktu Puasa Arafah 

Untuk puasa sebelum Idul Adha ini dilakukan tepat sehari sebelum Idul Adha berlangsung. Tepatnya di tanggal 9 Dzulhijjah untuk penanggalan Hijriyah, sedangkan di penanggalan Masehi sifatnya mengikuti.

Untuk ketentuan memulai waktu puasa Arafah, umat Muslim bisa menggunakan metode hisab atau melihat hilal. Dua metode tersebut sama-sama memiliki pedoman yang valid, tetapi lebih bagusnya mengikuti keputusan Kementrian Agama. 

Puasa Arafah ini dilaksanakan bertepatan saat umat Muslim yang sedang berhaji melakukan wukuf. Ibadah wukuf ini dilaksanakan di padang pasir bernama Arafah, sehingga puasanya disebut demikian. 

  • Keutamaan Puasa Arafah

Ada banyak riwayat shahih yang menjelaskan bagaimana keutamaan puasa sebelum Idul Adha ini. Keutamaan tersebut tertulis di beberapa riwayat seperti hadits Riwayat Muslim Nomor 1162.

Untuk isi hadist tersebut adalah keutamaan puasa Arafah bisa menghapus dosa setahun lalu, serta setahun lagi yang akan datang. Sedangkan ada juga penjelasan keutamaan puasa lainnya yakni Asyura di 10 Muharram di hadist tersebut, yakni menghapus dosa setahun lampau. 

  • Hukum Puasa Arafah

Puasa sebelum Idul Adha ini memiliki hukum sunnah, seperti yang telah dipaparkan oleh banyak tabiin dan ulama. Seperti Imam Nawawi di Al Majmu memaparkan bahwa puasa Arafah disunnahkan, bagi orang yang tidak berwukuf.

Orang yang sedang berhaji menurut Imam Syafi’i dan ulama Syafiiyah lainnya disunnahkan tidak berpuasa. Hal ini didasarkan pada tuntunan hadits Ummu Fadhl. 

  • Puasa 10 Hari Pertama Dzulhijjah

Berdasarkan kitab Hanabilah (3:108), sunnah hukumnya untuk berpuasa di 10 hari pertama Dzulhijjah. Terlebih jika berpuasa di hari kesembilan di bulan besar tersebut, sunnahnya lebih ditekankan. Hal ini juga menjadi kesepakatan bersama dari para ulama. 

  • Puasa Arafah Bagi yang Berhaji

Seperti yang sebelumnya sudah disinggung, bahwa puasa sebelum Idul Adha, tidak disunnahkan bagi jamaah haji. Landasan hukumnya adalah hadits dari Ummu Fadhl binti Al Harits, atau HR Bukhari Nomor 1988. 

Hadist tersebut berisikan tentang ketika orang-orang berbantahan tentang puasa Arafah. Ummu Fadhl mengirimkan semangkuk susu kepada Nabi Muhammad, dan beliau meminumnya di hari tersebut. 

Riwayat yang serupa juga dicatat dalam HR Bukhari dan Muslim mengenai Nabi Muhammad yang meminum semangkuk susu di hari Arafah. Hal ini bisa menjadi dasar untuk tidak berpuasa saat berhaji di hari Arafah. 

Mengenai Pengampunan Dosa Karena Puasa Arafah Menurut Para Ulama

Puasa sebelum Idul Adha yakni puasa Arafah menurut riwayat shahih ganjarannya sangat besar. Ganjarannya adalah pengampunan dosa selama dua tahun, dosa setahun lampau dan akan datang. 

Kemudian muncul pertanyaan, maksud dari dosa yang diampuni itu bagaimana? Apakah semua dosa, atau dosa tertentu saja yang diampuni. Kita memang tidak diperkenankan menimbang-nimbang ganjaran atas ibadah yang dilakukan.

Untuk memahami tentang pengampunan dosa bukanlah menimbang ganjaran atas ibadah, melainkan sebagai wujud rasa syukur. Sebenarnya, mengenai pendapat tentang pengampunan dosa ada beberapa selisih penafsiran, diantaranya.

  1. Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa dosa yang diampuni hanya dosa kecil
  2. Ada sebagian yang berpendapat dosa yang diampuni adalah keseluruhan

Puasa sebelum Idul Adha ini memang ganjarannya sangat besar, tetapi tidak boleh sampai hanya mengharapkan ganjaran. Paling utama adalah beribadah dengan mengharap ridho dari Allah Azza Wa Jalla. 

Imam Nawawi Rahimahullah bahkan mengatakan dalam Syarh Shahih Muslim 8:51 tentang sebuah pengampunan dosa. Jika bukan dosa kecil diampuni, semoga dosa-dosa besarlah yang akan diringankan. Jika bukan dosa besar yang diringankan, semoga ditinggikan derajatnya. 

Pendapat berbeda datang dari Ibnu Taimiyah Rahimahullah tentang keutamaan pengampunan dosa puasa Arafah. Beliau mengatakan bahwa bukan hanya dosa kecil yang diampuni. Dosa besar juga bisa diampuni, karena hadist yang dipakai sifatnya umum.

Hadist yang dipakai maksudnya adalah hadits tentang Puasa Arafah yang sifatnya sangat umum untuk pengampunan dosanya. Dosa apa saja yang diampuni sebenarnya bukanlah masalah, paling terpenting berpuasa Arafah dengan ikhlas, semata ingin beribadah. 

Tentang Puasa Tarwiyah, Salah Satu Puasa Sebelum Idul Adha 

Selain puasa Arafah, ternyata ada amalan yang cukup dikenal umat muslim tentang puasa sebelum Idul Qurban. Puasa tersebut adalah Tarwiyah yang ternyata menarik untuk dikupas lebih lanjut di rangkuman berikut.

  • Validitas Dalil Puasa Tarwiyah

Ada hadist populer mengenai puasa sebelum hari Idul Adha ini, yang diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan Ibnu An Najjar. Hadits tersebut berisi tentang keutamaan puasa Tarwiyah yaitu di tanggal 8 Dzulhijjah. 

Keutamaan menurut hadits tersebut bahwa puasa tersebut bisa mengampuni dosa di setahun lalu. Ternyata validitas dari dalil puasa Tarwiyah tersebut sudah banyak dibahas oleh para ulama.

Ibnul Jauzi mengatakan bahwa hadits Ibnu An Najjar tersebut tidaklah shahih. Selain itu, pendapat serupa juga disampaikan oleh Asy Syaukani, dimana dalam riwayat tersebut ada perawi pendusta.

Syaikh Al Albani juga mengatakan bahwa hadits tersebut bersifat lemah atau dhoif. Secara hukum, jika sebuah dalil sifatnya lemah, maka amalan di hadits tersebut tidak boleh dilakukan. 

  • Larangan Bersandar pada Hadits Dhoif

Puasa sebelum Idul Adha yakni Tarwiyah ternyata banyak ulama yang menyatakan landasan haditsnya dhoif. Tentu saja hal tersebut tidak boleh dijadikan sandaran oleh umat Muslim. Ibnu Taimiyah Rahimahullah bahkan menekankan dengan jelas tentang hal demikian.

Beliau mengatakan bahwa tidak boleh umat Muslim menjadikan hadits Dhoif sebagai sandaran. Hadits Dhoif sendiri berarti riwayat yang bukan shahih, tetapi bukan juga hasan. 

Sedikit berbeda dengan Ibnu Taimiyyah, Imam Ahmad bin Hambal memberikan keterangan yang sedikit ‘Meringankan’. Beliau berkata bahwa boleh meriwayatkan hadits Dhoif dalam Fadhilah Amal.

Akan tetapi beliau juga menambahkan keterangan, asalkan tidak diketahui hadits tersebut shahih. Selain itu dalil yang dimaksud tidak diriwayatkan oleh perawi yang pendusta. Boleh mengamalkan isinya, asalkan didukung dalil syari lainnya. 

Jika hadist diriwayatkan oleh perawi yang bukan pendusta, maka boleh jadi pahala di hadist tersebut memang benar. Akan tetapi ulama tidak memperbolehkan menyatakan hukum amalan wajib atau sunnah berdasarkan hadits Dhoif. 

  • Hubungan dengan Puasa Awal Dzulhijjah

Puasa sebelum Idul Adha yang disunnahkan memang ada dua macam. Pertama adalah puasa Arafah, kemudian adalah 10 hari pertama di bulan tersebut. Puasa Tarwiyah sendiri menurut riwayat masih dikategorikan Dhoif, tidak bisa dijadikan sandaran sepenuhnya.

Lantas, bagaimana hubungannya jika kita berpuasa di awal Dzulhijjah secara istiqomah. Tentu saja akan melewati momen puasa Tarwiyah. Keutamaan puasa di awal Dzulhijjah memang banyak sekali.

Bahkan merupakan sebaik-baiknya amalan yang dikerjakan di saat itu, dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam. Nabi dan sahabat berpuasa dari tanggal 1 sampai 9 Dzulhijjah, tentunya melewati momen puasa Tarwiyah.

Sepuluh hari di awal Dzulhijjah adalah hari yang mulia, begitu yang ditafsirkan oleh Ibnu Qadamah Rahimahullah. Beliau menafsirkan hadits tentang amalan sholeh yang dicintai Allah yakni puasa di 10 hari pertama Dzulhijjah. 

Tafsir dari Ibnu Qadamah juga melanjutkan tentang pahala yang dilipatgandakan di hari mulia tersebut. Dalil keutamaan puasa di bulan Dzulhijjah shahih datang dari HR Abu Daud Nomor 2437. 

Beberapa Amalan Sunnah di Hari Idul Adha yang Wajib Diketahui

Beberapa Amalan Sunnah di Hari Idul Adha yang Wajib Diketahui
Beberapa Amalan Sunnah di Hari Idul Adha yang Wajib Diketahui

Setelah membahas tentang beberapa puasa sebelum Idul Adha, saatnya membahas tentang hari rayanya. Idul Adha merupakan hari raya umat Muslim selain Idul Fitri yang menyenangkan. 

Selain menyenangkan, kita ternyata bisa menimba banyak pahala berkat beberapa amalan sunnah di hari tersebut. Lebih lengkapnya, ini beberapa contoh amalan sunnahnya yang bisa kalian kerjakan. 

  • Bertakbir di Hari Arafah Selepas Subuh

Pendapat kuat mengenai amalan sunnah di hari Idul Adha adalah takbir di hari Arafah pasca subuh. Takbir Idul Adha menurut An Nawawi dimulai sejak salat subuh di hari Arafah. Takbir kemudian akan berakhir di akhir tasyriq, yakni pada tanggal 13 Dzulhijjah. 

  • Bertakbir Selesai Shalat

Amalan selain puasa sebelum Idul Adha di bulan Dzulhijjah adalah memperbanyak takbir. Takbir disunnahkan dibaca sebanyak mungkin, terutama selesai shalat. Hal ini dijelaskan oleh Imam An Nawawi tentang takbir seusai shalat fardhu.

Baca juga : Doa Mandi Wajib, Rukun, Persyaratan, serta Caranya

Takbir yang dimaksud adalah selesai shalat baik itu yang wajib, sunnah, sampai shalat jenazah. Memperbanyak takbir di hari raya juga menjadi wujud rasa syukur. 

Memang puasa menjadi ibadah yang sudah diajarkan oleh nabi terdahulu, dan disempurnakan Nabi Muhammad. Termasuk salah satunya puasa sebelum Idul Adha yang semestinya harus mengikuti tuntunan syari. 

 

Total
0
Shares
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts