Alam, sejarah, dan budaya adalah beberapa pengaruh dari makanan khas Jawa. Jelas bahwa masakan Indonesia kaya akan variasi dan rasa karena keragaman geografis dan budaya nusantara yang luar biasa.
Baca juga : Kuliner Nusantara Gado-gado, Sebuah Warisan Tak Benda
Untuk mempromosikan wisata kuliner di Indonesia secara efektif, sangat penting untuk menginformasikan kepada pelanggan potensial tentang prinsip sosial budaya yang mendasari keragaman masakan tradisional negara ini.
Tumbuhnya wisata kuliner sebagai destinasi bisa menjadi komponen kunci keunggulan kompetitif, yang kemudian akan membantu perekonomian secara keseluruhan.
Selain itu, karena masakan suatu negara menampilkan aspek budaya dan karakter nasionalnya, makanan khas Jawa dapat digunakan sebagai strategi untuk membedakan satu lokasi dari lokasi lain di pasar global.
Berdasarkan hal tersebut, setidaknya ada tiga fase yang berbeda dalam perkembangan masakan Indonesia diantaranya fase original, fase multikultural, dan era modern. Setiap tahap memiliki pendekatan yang unik.
Sementara makanan tertentu telah diperbaiki dan dimodifikasi, sebagian besar masih digunakan sampai sekarang. Budaya kuliner ini dipelajari, dibagikan, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sedang ciri makanan khas Jawa telah lama memasukkan bahan-bahan seperti kerbau, belut, ubi, melati, nangka, telur, dan ikan air tawar. Di sampingnya, tahu atau tempe disajikan bersama dengan nasi putih.
Konsumsi Makanan Khas Jawa: Bahan, Teknik, dan Peralatan


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, faktor alam, sejarah, dan budaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kekhasan masakan Indonesia. Jamu dan bumbu utama yang digunakan dalam masakan Indonesia sangat banyak.
Bumbu segar seperti bawang merah dan bawang putih, daun bawang, jahe, kunyit, lengkuas, kemiri, kemangi, serai, dan, tentu saja, cabai digunakan di sebagian besar makanan khas Jawa.
Penggunaan rempah-rempah, menjadi dasar dari hampir setiap masakan Indonesia. Rempah-rempah yang paling banyak digunakan antara lain biji ketumbar, lada, pala, jintan, dan cengkeh.
Rempah-rempah ini, bersama dengan bahan segar lainnya, digunakan sebagai bumbu untuk meningkatkan cita rasa masakan. Selain untuk memasak, banyak digunakan untuk hal-hal seperti pengawetan makanan, penyembuhan, dan ritual.
Makanan khas Jawa dapat dimasak dengan berbagai cara, termasuk digoreng, dipanggang di atas bara panas, direbus, dan dikukus. Secara relatif, tidak membutuhkan banyak perlengkapan dapur yang rumit.
Wajan, lesung dan alu, talenan, golok, spatula, sendok, adalah beberapa peralatan kuliner utama yang digunakan, dengan wajan dan alu lesung dianggap sebagai yang paling khas.
Sementara makan dengan tangan atau yang disebut dengan “muluk” adalah hal yang umum di beberapa daerah, seperti Jawa. Namun lebih umum menggunakan sendok di tangan kanan dan garpu di kiri.
Makan dengan lesehan atau duduk bersila di atas tikar, juga di depan meja berkaki pendek, adalah praktik umum mengonsumsi makanan khas Jawa dalam budaya Jawa.
Makan dengan sumpit sebagian besar secara eksklusif diamati di kios atau tempat makan yang menyajikan masakan China yang telah disesuaikan dengan selera orang Indonesia.
Signifikansi dan Peran Sosial Makanan Khas Jawa


Hampir di setiap masakan Jawa sangat erat kaitannya dengan ritual keagamaan. Dalam situasi ini, makanan adalah simbol dari peran sosial dan agama.
Ritual bersih desa, grebeg syawal, dan kupatan, masih dilakukan masyarakat Jawa hingga saat ini. Kelahiran, pernikahan, ritus, dan upacara siklus kehidupan pribadi lainnya adalah contoh dari ritual individu.
Mengingat bahwa keberadaan makanan khas Jawa ini memiliki arti penting dan melayani sejumlah tujuan penting, penting untuk menjelaskan arti penting tersebut:
-
Ketupat
Ketupat, juga dikenal sebagai “janur” dalam bahasa Jawa, adalah hidangan berbahan dasar nasi yang dibungkus dengan anyaman daun kelapa muda. Hingga 5 jam waktu dihabiskan untuk memasak ketupat.
Pengisi ketupat dasar adalah beras, yang dapat ditingkatkan rasa dengan merendamnya selama 30 menit dalam air yang diberi daun pandan sebelum dimasukkan ke dalam bungkus janur.
Untuk mencegah robeknya anyaman, daun kelapa muda juga bisa direndam dalam air. Ketupat sering disajikan dengan lauk pauk di Indonesia, antara lain sate, kari ayam, dan rendang.
Ketupat sebagai makanan khas Jawa, erat kaitannya dengan kebiasaan pesta dan perayaan Idul Fitri. Ketupat memiliki banyak ide yang berbeda, mulai dari struktur anyamannya hingga lauk pauknya.
Tenunan rumit pembungkusnya mewakili kesalahan yang dibuat oleh manusia. Warna putih beras yang digunakan untuk mengisi ketupat melambangkan kesucian dan kebersihan hati seseorang setelah memaafkan orang lain.
-
Bubur Merah Putih
Meski kini bubur merah putih hampir tersedia di beberapa wilayah Indonesia, namun orang Jawa selalu memakannya. Bubur ini biasanya dibuat dari beras ketan.
Disebut porsi merah karena sudah ditambahkan gula merah. Menurut para ahli sejarah, bubur ini sudah ada di Indonesia sepanjang peradaban Hindu jauh sebelum zaman Serat Centhini.
Kedua warna pada makanan khas Jawa ini memiliki arti yang berbeda dalam mitologi Jawa. Ketika keduanya bersatu, ada filosofi.
Warna merah digunakan sebagai simbol untuk wanita, yang diibaratkan sebagai indung telur ibu, yang berkerabat dengan biji. Putih, di sisi lain, melambangkan sperma ayah atau laki-laki.
Penggabungan dua warna ke dalam piring atau mangkuk, yang melambangkan awal dari kehidupan baru, adalah kelahiran seorang bayi.
-
Tumpeng
Hidangan nasi tumpeng yang merupakan kependekan dari “tumapaking penguripan tumindak lempeng tumuju pangeran“, mendorong seseorang untuk lebih condong kepada Tuhan, Pencipta Kehidupan.
Tumpeng yang kaya akan simbolisme melambangkan gagasan filosofis Jawa, bahwa kekuatan supranatural mempengaruhi keberadaan setiap orang. Bentuk kerucut tumpeng yang tinggi melambangkan ikatan antara Tuhan dan manusia.
Tuhan, yang menguasai seluruh alam semesta dan dilambangkan dengan badan tumpeng nasi, sampai ke pangkal bentuknya yang bulat, dilambangkan di puncak tumpeng.
Butir-butir beras dalam kesatuan tumpeng mengisyaratkan ketulusan mereka yang berpartisipasi dalam pesta ritual Selamatan memohon kepada Tuhan untuk kebahagiaan dan kemakmuran.
Tumpeng terdiri dari dua jenis, yang satu terbuat dari nasi putih dan yang lainnya dari nasi kuning. Kedua tumpeng ini dipersembahkan untuk memperingati beberapa peristiwa penting.
Masyarakat Jawa sangat menghargai tradisi dan praktik tradisional. Praktik budaya Jawa terus memainkan peran penting dalam banyak aspek kehidupan modern dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Ada upacara khusus yang terkait dengan setiap tahap kehidupan serta banyak peristiwa penting, dan setiap upacara berisi pedoman bagaimana melakukannya secara lengkap dan memuaskan.
Jadi, terbukti bahwa masyarakat Jawa saat ini masih melestarikan makanan khas Jawa dengan baik sebagai bagian dari acara tersebut.
Jika ditemui ada versi makanan, atau jika varietas bumbu makanan dimasukkan, merupakan hal yang wajar saja dan sejalan dengan waktu.
Konsep Budaya dalam Makanan Khas Suatu Wilayah


Pada dasarnya enam pulau utama yang membentuk Indonesia dapat digunakan untuk mengkategorikan kulinernya. Masing-masing memiliki ciri budaya kuliner unik yang dipengaruhi oleh lingkungan, sejarah, dan budaya setempat.
Kerajaan-kerajaan tradisional di pulau tersebut, termasuk Mataram di Jawa Tengah dan Majapahit di Jawa Timur, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap makanan khas Jawa.
Sebagian besar makanan Jawa dianggap cukup lembut jika dibandingkan dengan daerah Indonesia lainnya, sehingga mendapat julukan “masakan kerajaan”.
Tiga kelompok etnis utama di Pulau Jawa adalah Jawa (70%) yang tinggal di provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, Sunda (20%) di bagian barat pulau Jawa, dan Madura (10%).
Setiap bagian dari pulau memiliki jenis makanan yang berbeda. Sayuran segar sering digunakan dalam resep masakan Sunda. Jawa Tengah dengan rasa manisnya, sedangkan makanan dari Jawa Timur biasanya lebih pedas.
Budaya dianggap berharga dan berperan penting dalam mewakili identitas nasional Indonesia. Kata “budaya” sendiri berasal dari bahasa Sanskerta, “buddayah” yang berarti pemikiran atau intelektualitas.
Secara umum budaya dapat diartikan sebagai sesuatu yang berasal dari pemikiran atau intelektualitas manusia yang berkembang dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya Indonesia dalam hal ini makanan khas Jawa, harus dihormati dan dilestarikan sebagai identitas nasional. Sangat mengecewakan bahwa banyak negara maju mencoba mengklaim budaya Indonesia sebagai budaya asli mereka.
Baca juga : Makanan Tradisional Indonesia di Berbagai Daerah
Selalu ada kemungkinan bahwa budaya lokal akan hilang atau malah didefinisikan ulang. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab kita untuk melestarikan warisan budaya nenek moyang salah satunya makanan khas Jawa.